Berkah Transformasi
2025-01-14
Yang seperti ini pasti terjadi dalam setiap perubahan. Ada yang merasa diuntungkan dan ada yang merasa ditinggal. Namun, sejatinya perubahan merupakan keniscayaan jika tidak ingin ditelan oleh perubahan. Hanya, selalu ada yang tak merasa nyaman dengan perubahan karena mengusik zona nyaman. Itu pula yang terjadi dalam ekosistem industri gula nasional. Salah satu perusahaan negara yang menjadi tulang punggung penyediaan gula nasional harus mengalami itu pula. Setelah melakukan transformasi korporasi secara besar-besaran. Perusahaan pelat merah yang melakukan itu adalah PTPN Group. Sejak tiga tahun lalu, BUMN sektor perkebunan itu melakukan restrukturisasi dan konsolidasi berkesinambungan.
Hasilnya? Perusahaan negara yang tadinya ada 14 entitas itu kini tinggal 4 dengan 1 holding atau induknya. Pengelompokan usaha berdasar komoditas tunggal. Empat belas PTPN itu kini tinggal satu holding dengan tiga subholding. Setiap subholding bergerak di industri gula, kelapa sawit, dan sisanya menjadi supporting co. Tahun 2024 adalah tahun tuntasnya proses retrukturisasi dan konsolidasi. Kebetulan saya mengikuti proses itu dari dalam. Bahkan, telah saya dokumentasikan proses perubahan PTPN Group itu secara akademik untuk disertasi doktor. Juga, menghasilkan buku yang berjudul Perubahan Paradigma dan Eksosistem BUMN Gula: Strategi Baru Menuju Swasembada.
Saya memang hanya mengambil satu irisan dari transformasi besar di PTPN Group itu. Untuk komoditas yang melibatkan banyak rakyat dan sangat dibutuhkan rakyat banyak. Tidak memotret secara keseluruhan. Saya melihat proses itu dengan kacamata sosiologi institusionalis Karl Polanyi. Sosiolog yang mengoreksi kapitalisme di Eropa karena dianggap merusak masyarakat. Khusus untuk komoditas gula, transformasi itu dimulai dengan memisahkan seluruh pabrik gula milik PTPN menjadi satu entitas ke dalam PT SGN. Tak hanya merestrukturisasi organisasinya, tapi juga dilakukan perubahan paradigma dan membangun ekosistem baru produksi gula nasional. Dalam tiga tahun, transformasi itu ternyata telah menghasilkan.
Apa indikatornya? Produktivitas gula di PTPN Group meningkat. Harapan petani untuk lebih sejahtera tumbuh secara signifikan. Itu bisa dilihat dari terus bertambahnya luasan tebu milik petani. Kinerja perusahaan juga tumbuh dengan meyakinkan. Para karyawan pun mempunyai harapan masa depan yang lebih cerah jika dibandingkan dengan sebelum transformasi terjadi. Berdasar laporan kinerja perusahaan, produksi gula di PT SGN naik 13 persen. Tertinggi dalam 6 tahun terakhir. Dibarengi dengan efisiensi yang meningkat, pada 2024, PT SGN bisa mencatatkan EBITDA atau keuntungan sebelum pajak dan amortisasi sebesar Rp 1,7 triliun. Cashflow perusahaan juga aman sehingga tak ada lagi cerita pembayaran yang molor untuk gula petani.
Berbeda dengan kebanyakan pabrik gula swasta, PTPN Group melakukan transformasi dengan mengubah paradigmaYang tadinya ”terseret” dengan paradigma profitabilitas yang berbasis paham kapitalistis menjadi paradigma produktivitas yang memprioritaskan produktivitas semua elemen dalam industri. Jika paradigma profitabilitas hanya mementingkan keuntungan perusahaan, paradigma produktivitas mengedepankan keberlangsungan produksi gula. Paradigma produktivitas dalam implementasinya dipraktikkan dengan mengedepankan sistem bagi hasil dengan para petani mitra PT SGN yang jumlahnya ratusan ribu. Petani menjadi bagian penting dalam paradigma itu karena merekalah yang menjaga keberlangsungan produksi pabrik gula dengan pasokan bahan baku tebunya.
Pabrik gula milik PT SGN tidak hanya berpikir keuntungan individual mereka, tapi juga kesejahteraan petani yang menjadi mitranya. Paradigma itu jelas lebih sesuai untuk menjadi dasar pengembangan ekosistem industri pangan yang berbasis rakyat. PG maupun PT SGN memang wajib memikirkan peningkatan produktivitas tebu rakyat agar keberlanjutan proses industri berjalan tanpa gangguan. Konsolidasi antarpabrik gula ternyata juga melahirkan proses produksi yang lebih efisien. Sebab, dengan konsolidasi itu, bisa dihindarkan persaingan untuk berebut bahan baku antarpabrik gula dalam PTPN Group. Itu juga makin menjadikan serapan bahan baku tebu rakyat lebih pasti daripada sebelumnya. Dalam laporan kinerja tahun 2024, disebutkan terjadi efisiensi 6-7 persen bila dibandingkan dengan periode lalu.
Berkah transformasi yang nyata dalam tiga tahun terakhir ini membuat upaya ”memecah-belah” soliditas semua elemen perusahaan menjadi tidak gampang. Ketika masalah karyawan pasca penggabungan dipersoalkan sebuah asosiasi buruh di Jatim, SPBUN (Serikat Pekerja Perkebunan) PT SGN yang tampil di depan.
Menurut kesaksian Sekretaris Jenderal SPBUN PT SGN Novian Maulana, memasuki tahun keempat Sugarco –sebutan dari penyatuan pabrik gula PTPN Group– kinerja perusahaan meningkat siginifikan. Hal tersebut pun berkorelasi positif dengan kesejahteraan karyawan. Ditegaskan, penggabungan itu mengakomodasi hak dan kepentingan dari mantan entitas PTPN bisnis gula.
Ketika awal transformasi berlangsung, saya pernah didatangi pengurus serikat pekerja PTPN yang memiliki wilayah kerja di Jatim. Mereka hanya ingin meyakinkan janji manajemen untuk tetap mengakomodasi kepentingankepentingan mereka di tengah perubahan. Tentu kepentingan yang sejalan dengan perubahan. Dalam setiap perubahan, selalu ada dua kemungkinan yang akan terjadi. Ketika perubahan itu membawa hasil, pasti akan memberikan harapan baru bagi mereka yang terlibat di dalamnya.
Mereka bisa menikmati masa depan yang lebih baik dari hasil perubahan tersebut. Sebaliknya, jika perubahan tersebut gagal, mereka akan tetap berada dalam kondisi stagnan. Dan, dalam dinamika zaman yang begitu cepat seperti sekarang, tanpa ada perubahan bisa menghasilkan masa depan suram karena perusahaan tempat ia bekerja bisa hilang dari peredaran. Karena itu, memilih mengikuti perubahan adalah pilihan yang lebih tepat.
Kebetulan, transformasi PTPN Group telah membawa hasil yang menggembirakan. Apalagi, sejak dua tahun lalu, PTPN gula telah mendapat penugasan pemerintah untuk menjalankan program percepatan swasembada gula pada 2028 untuk konsumsi dan 2030 untuk industri. Sungguh, perubahan kini adalah sebuah keniscayaan. Karyawan PTPN Group telah melalui itu dengan penuh senyuman. Tak tergoda dengan beberapa gangguan yang hendak menggagalkan. Apalagi, jika program percepatan swasembada itu berhasil, mereka patut mendapat sebutan pahlawan ketahanan pangan.
Ditulis oleh Arif Afandi (Komisaris Independen PT Sinergi Gula Nusantara, sebagaimana dimuat di media harian.disway.id (link: https://harian.disway.id/readepaper/1457/makasih-makasih)